Sunday, August 29, 2010

Gangguan Asam Basa pada Pasien Bedah Saraf

Gangguan asam basa pada pasien bedah saraf

Pengenalan asam basa sangat penting untuk pengelolaan pasien bedah saraf, terutama pasien bedah saraf yang menjalani perawatan intensif. Sebagai contoh pasien cedera kepala sedang, pada pasien ini dapat terjadi asidosis jaringan otak yang dapat menyebabkan terjadinya edema cerebri karena terhalangnya tranpor Na dan H serta Cl dan HCO3. Faktor yang mempengaruhi regulasi asam basa jaringan otak adalah kadar CO2, sistem buffer, serta penambahan asam metabolit oleh metabolisme tubuh.

Kenaikan kadar CO2 dapat terjadi akibat peningkatan kadar CO2 karena kenaikan kadar CO2 arteri, peningkatan produski CO2 otak, gangguan pembuangan CO2 jaringan, asidosis jaringan akibat melalui reaksi yang dikatabolisis karbonik anhidrase. Peningkatan CO2 ini akan menurunkan pH sehingga terjadi asidosis. Selain itu pada pasien cedere kepala dapat terjadi asidosis akibat produksi laktat karena terjadi glikolisis. Asidosis pada pasien cedera kepala berhubungan dengan mortalitas yang tinggi. Adanya asidosis pada jam pertama berkaitan erat dengan kematian.
Konsep dasar
Konsentrasi ion hidrogen pada cairan ekstraseluler dipengaruhi oleh perbandingan konsentrasi pCO2 dan HCO3 pada cairan ekstraseluler. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
[H+] (nEq/L) = 24 x (pCO2/HCO3)
Jika menggunakan nilai normal pCO2 40 mmHg dan HCO3 24 mEq/l 24 mEq/l maka kadar H+ pada arteri dapat dihitung 24 x (40/24) = 40 nEq/l.
CO2 dimetabolisme di paru-paru atau disebut juga komponen respiratorik. Jika terdapat gangguan asam basa dari CO2 disebut sebagai respiratorik. HCO3 dimetabolisme di ginjal, disebut komponen metabolik. Jika terdapat gangguan asam basa dari HCO3 disebut gangguan metabolik. Setiap hari manusia mendapat asupan H+ dari makanan, H+ tersebut akan diikat oleh HCO3

Jenis gangguan asam basa
Jenis gangguan asam basa dapat dibedakan berdasarkan kadar pH, PCO2, dan HCO3 di cairan ekstraseluler. Rentang nilai normal ketiga parameter tersebut sebagai berikut :
pH = 7,36-7,44
PCO2= 36-44 mmHg
HCO3 = 22-26 mEq/L
Perubahan pada CO2 dan HCO3 akan mempengaruhi nilai pH. Perubahan kadar CO2 terjadi di paru-peru sehingga jika terdapat ganggaun CO2 dinamakan gangguan respiratorik, edangkan gangguan pada HCO3 disebut ganggaun metabolik. Perubahan tersebut dapat dilihat dengan persamaan sebagai berikut :
CO2 + O2 H2CO3 HCO3- + H+
Perubahan nilai pH < 7,36 disebut asidosis, sedangkan nilai pH >7,44 disebut alkalosis.

Pengontrolan asam basa
Konsentrasi ion hidrogen pada cairan ekstraseluler secara normal kurang dari 10 nEq/L. Perbedaan pH dipengaruhi oleh perbandingan CO2 dan HCO3. Pada kenyataanya nilai pH cenderung konstan, kondisi ini terjadi karena terdapat kontrol terhadap pH tubuh, salah satunya dengan perbandingan CO2 dan HCO3. Jika terdapat penurunan kadar CO2 maka secara normal akan terjadi penurunan kadar HCO3 demikian pula sebaliknya. Kondisi ini bertujuan untuk menjagai nilai pH berada dalam rentang normal. Gangguan respirasi (perubahan kadar Co2) akan dikompensasi dengan perubahan HCO3. Perubahan awal kadar PCO2 atau HCO3 disebut gangguan asam-basa primer, sedangkan kompensasinyadisebut sebagai gangguan asam basa sekunder atau kompensasi. Lebih lengkap kadar CO2 dan HCO3 dapat dilihat pada tabel berikut :
Jenis gangguan Perubahan primer kompensasi
Asidosis respiratorik Kenaikan PCO2 Kenaikan HCO3
Alkalosis respiratorik Penurunan PCO2 Penurunan HCO3
Asidosis metabolik Penurunan HCO3 Penurunan PCO2
Alkalosis metabolik Kenaikan HCO3 Kenaikan PCO2

Yang perlu diperhatikan adalah kompensasi tidak cukup kuat untuk menjaga pH konstan, kompensasi hanya membatasi perubahan nilai pH karena perubahan primer.


Kompensasi respiratorik
Gangguan asam basa metabolik akan merangsang respon pernapasan yang diperantarai oleh kemoreseptor yang berlokasi di bifurcasio carotis di leher. Asidosis metabolik akan merangsang kemoreseptor ini dan akan meningkatkan frekuensi napas sehingga kadar CO2 akan menurun. Alkalosis metabolik akan menurunkan rangsang terhadap kemoreseptor sehingga pernapasan akan menurun dan kadar CO2 akan meningkat.
Kompensasi untuk asidosis metabolik
Respon pernapasan untuk mengkompenasi asidosis metabolik akan mengurangi PaCO2 pada konsentrasi sebagai berikut :
PaCO2 yang diharapkan = (1,5 x HCO3)+(8±2) mEq/L.
Jika kadar PaCO2 yang terukur berada diantara nilai PaCO2 yang diharapkan dan kompensasi respiratorik adekuat maka kondisi ini disebut sebagai asidosis metabolik terkompensasi. Jika kadar PaCO2 yang terukur lebih tinggi dibanding nilai PaCO2 yang diharapkan dan respon pernapasan tidak mencukupi dengan teraapatnya asidosis respiratorik maka kondisi ini disebut asidosis metabolik primer dengan superimos asidosis respiratorik. Sebaliknya jika nilai PaCO2 yang terukur lebih rendah dibanding nilai PaCO2 yang diharapkan maka kondisi ini disebut sebagai asidosi metabolik primer superimpos alkalosis respiratorik.
Kompensasi untuk alkalosis metabolik
Kompensasi respiratorik terhadap alkalosis metabolik dapat dilihat berdasarkan perubahan kadar PCO2 dengan perkiraan sebagai berikut :
PCO2 yang diharapkan = (0,7 x HCO3)+(21±2)
Jika kadar PCO2 yang terukur berada pada rentang nilai PCO2 yang diharapkan maka kondisi ini disebut alkalosis metabolik terkompensasi. Sedangkan jika nilai PCO2 yang terukur lebih tinggi dibanding nilai PCO2 yang diharapkan, maka kompensasi tidak adekuat dan disebut alkalosis metabolik primer dengan superimpos asidosis respiratorik. Jika nilai PCO2 terukur lebih tinggi dibanding nilai PCO2 yang diharapkan maka disebut sebagai alkalosis metabolik dengan superimpos asidosis respiratorik. Jika nilai PCO2 yang terukur lebih rendah dibanding nilai PCO2 yang diharapkan, kompensasi tidak adekuat, kondisi ini disebut sebagai alkalosis metabolik dengan superimpos alkalosis respiratorik.
Kompensasi metabolik
Kompensasi terhadap perubahan PaCO2 terjadi di ginjal dengan pengaturan penyerepan HCO3 ditubulus proksimal ginjal. Jika kadar PaCO2 turun (alkalosis respiratorik) akan menyebabkan penurunan rabsorpsi HCO3 di tubulus renalis sehingga kadar HCO3 di plasma akan menurun. Respon ini berkembang lambat , kompensasi ini mulai kelihatan 6 sampai 12 jam setelah terjadi alkalosis respiratorik dan terjadi kompensasi penuh setelah beberapa hari. Karena keterlambatan kompensasi renal ini, gangguan asam basa respiratorik ini dikelompokkan sebagai akut (sebelum kompensasi renal berlangsung) dan kronik (setelah kompensasi renal berlangsung).
Gangguan asam basa respiratorik akut
Sebelum terjadi kompensasi ginjal, perubahan kadar PCO2 akan menghasilkan perubahan pH sebesar 0,008 unit.
ΔpH=0,008 x Δ PCO2
Sehingga perubahan akhir pH dapat diprediksi dengan penghitungan
pH yang diharapkan = 7,4 ±(0,008 x Δ PCO2)
dengan ketentuan x Δ PCO2 didapat dari nilai PCO2 terakhir ±40 (nilai rata-rata PCO2).
Gangguan asam basa respiratorik kronik
Jika kompensasi ginjal sudah berlangsung, perubahan kadar 1 mmHg PCO2 hanya akan memberikan perubahan pH 3 unit. Sehingga perubahan kadar pH yang diharapkan pada gangguan asam basa respiratorik kronis dapat diperkirakan sebagai berikut :
pH yang diharapkan = 7,4 ±(0,003 x Δ PCO2)
jika dibandingkan tanpa ada kompensasi ginjal maka nilai pH akan berbeda sebanyak 0,1 unit.
Langkah-langkah interpretasi asam basa
Langkah-langkah untuk interpretasi asam basa pada tulisan ini dilakukan dengan 3 tahap. Tahap pertama dan kedua mengetahui gangguan asam basa berdasarkan nilai pH, PCO2, dan HCO3. Tahap ketiga mencari tahu lebih lanjut mengenai asidosis metabolik dengan menggunakan interpretasi elektrolit.
Tahap I: identifikasi gangguan asam basa primer
Pada tahap pertama gangguan asam basa primer dilakukan dengan mengetahui pH dan PCO2 yang terukur.
Aturan 1: Abnormalitas asam basa terjadi jika pH dan PCO2 berada diluar rentang normal. (nilai pH dan PCO2 yang normal bukan berarti tidak terdapat gangguan asam basa, sebagaimana diterangkan pada aturan 3).

Aturan 2: Jika pH dan PCO2 keduanya abnormal, bandingkan arah perubahan. Jika keduanya berubah dengan arah yang sama (keduanya meningkat atau menurun), gangguan asam basa primer adalah metabolik. Jika perubahannya berlawanan arah, gangguan asam basa primer adalah respiratorik.

Aturan 3: jika pH dan PCO2 normal, dapat saja terjadi gangguan asam basa campuran antara metabolik dan respiratorik ( satu asidosis dan satu alkalosis). Jika pH normal, arah perubahan pCO2 mengenali jenis gangguan respiratorik, dan jika PCO2 normal, arah perubahan pH mengidentifikasi gangguan metabolik.
Contoh : pasien dengan pH 7,37 dan PCO2 55mmHg. pH normal, jadi terdapat gangguan asam basa campuran antara metabolik dan respiratorik. PCO2 meningkat, jadi gangguan respiratoriknya adalah asidosis sehingga gangguan metaboliknya adalah alkalosis. Dengan demikian pasien ini memiliki ganggaun asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik. Pada kasus ini tidak terdapat gangguan asam basa primer, keduanya merupakan gangguan yang berat tatapi saling mengompensasi yang menyebabkan pH berada pada rentang normal.
Ingat bahwa kompensasi gangguan asam basa tidak cukup kuat untuk mengoreksi pH, tetapi beraksi untuk mengurangi beratnya perubahan asam basa. Dengan demikian adanya pH yang normal pada gangguan asam basa mengindikasikan terdapatnya gangguan asam basa campuran metabolik dan respiratorik.
Tahap 2 : Evaluasi respon kompensasi
Tahap 2 dilakukan jika sudah diketahui tipe gangguan asam basa. Tujuan tahap 2 ini adalah untuk mengetahui apakan respon kompensasi memadai atau tidak dan apakah terdapat gangguan asam basa yang lain.
Aturan 4: Jika terdapat asidosis atau alkalosis metabolik primer hitung nilai PCO2 yang diharapkan. Jika nilai PCO2 yang terukur berada pada rentang nilai PCO2 yang diharapkan maka terdapat kompensasi penuh. Jika PCO2 yang terukur lebih tinggi dibanding PCO2 yang diharapkan maka terdapat superimpos asidosis respiratorik. Jika PCO2 yang terukur kurang dari PCO2 yang diharapkan maka terdapat superimpos alkalosis respiratorik.
Aturan 5 : Jika terdapat asidosis atau alkalosis respiratorik, hitung pH yang diharapkan dengan menggunakan PCO2. Bandingkan pH yang terukur dengan pH yang diharapkan untuk mengetahui apakah gangguan yang terjadi bersifat akut, kompensasi sebagian atau kompensasi penuh. Jika pH yang terukur lebih rendah dari pH yang diharapkan pada kondisi akut, terdapat kondisi tidak terkompensasi, dengan superimpos asidosis metabolik.
Untuk gangguan alkalosis respiratorik, jika pH yang terukur lebih tinggi dibanding pH yang diharapkan pada kondisi kronis, terdapat kompensasi, maka terjadi superimpos alkalosis metabolik. Serta jika pH yang terukur lebih rendah dibanding pH yang diharapkan maka, terjadi kompensasi, maka terdapat superimpos alkalosis metabolik.
Contoh : pasien dengan pH 7,54 dan PCO2 23. Perubahan yang terjadi berlawanan arah sehingga permasalahan primernya adalah respiratorik dengan gangguan berupa alkalosis respiratorik. pH yang diharakan pada kondisi akut dapat dihitung sebagai berikut : 7,4 + (0,008x ( 40-23))= 7,54. Sesuai dengan nilai pH yang terukur, maka kondisi ini akut berupa alkalosis respiratorik tidak terkompensasi. Jika pH yang terukur >7,55 maka terdapat superimpos alkalosis metabolik.
Tahap 3 : gunakan “gap” untuk evaluasi asidosis metabolik
Tahap terakhir pendekatan ini adalah untuk pasien dengan asidosi metabolik. Terdapat 2 gap, yang pertama “anion gap” untuk memperkirakan anion yang tidak terukur untuk mengetahui penyebab asidosis metabolik. Yang kedua adalah perbandingan antara perubahan anion gap dan perubahaan kadar HCO3.
Anion gap
Anion gap adalah perkiraan mengenai jumlah anion yang tidak terukur dan digunakan untuk membedakan apakah asidosis metabolik yang terjadi akibat akumulasi asam tidak terlarut (seperti asam laktat) atau kehilangan bicarbonat jaringan (seperti pada diare).
Agar terjadi keseimbangan elektrokimia, konsentrasi negaitf anion harus sama dengan konsentrasi positif kation. Semua ion berperan dalam keseimbangan ini, seperti NA, Cl, HCO3 dan ion lain yang tidak terukur. Kation tidak terukur (UC) serta anion tidak terukur (UA) terlibat dalam keseimbangan sebagai berikut :
Na+UC= (Cl + HCO3) + UA atau Na-(Cl + HCO3) = UA-UC
Perbedaan antara UA-UC disebut sebagai anion gap. Perbedaan antara keduanya dapat terjadi sampai sekitar 12 mEq/l yang terjadi sebagian besar akibat konsentrasi albumin. Nilai normal anion gap adalah 12±4 mEq/l (berkisar 8-16 mEq/l). Penghitungannya sebagai berikut :
Anion gap yang diharapkan = AG terukur + 2,5 (4,5- kadar albumin) mEq/l
Dari hasil tersebut dibandingkan AG terukur dan AG yang diharapkan. Hasilnya berupa “high anion gap” dan “normal anion gap”. High anion gap terjadi karena penambahan asam pada ekstreluler yang akan diikat oleh bikarbonat sehingga akan meningkatkan anion gap. Kondisi ini dapat terjadi pada asiodosis laktasis, ketoasidosis, gagal ginjal terminal.
Jika terjadi kehilangan bikarbonat seperti pada asidosis metabolik, maka tubuh mengompensasinya dengan meningkatkan kadar Cl. Dengan demikian anion gap dapat saja menjadi normal (normal anion gap). Kondisi ini dapat terjadi pada diare, gagal ginjal awal, infus NaCl.
Pada kondisi dimana terdapat asidosis metabolik dapat saja terjadi gangguan asam basa metabolik lainnya dengan cara membandingkan anion gap dengan selisih HCO3.
Anion gap / selisih HCO3 = (AG terukur -12) / (24-HCO3 terukur)
Perbandingan tersebut seringkali disebut delta gap.
Jika terdapat akumulasi asam pada cairan ekstraseluler, penurunan kadar HCO3 sebanding dengan peningkatan anion gap, sehingga delta gap nya adalah 1. Jika terdapat asidosis hiperkloremi, penurunan kada HCO3 lebih besar daripada kenaikan anion gap sehingga delta gapnya < 1. Kondisi ini dapat terjadi pada asidosis metabolik dengan normal anion gap. Contohnya adalah diabetik ketoasidosis. Jika terdapat penambahan alkali pada asidosis high anion gap, penurunan HCO3 kurang dari kenaikan anion sehingga delta gap > 1. Oleh karena itu pada kasus asidosis metabolik dengan high anion gap dan delta gap > 1 mengindikasikan terdapat pula alkalosisa metabolik. Ini merupakan peringatan yang penting karena pada perawatan intensif alkalosis metabolik sering terjadi seperti pada penggunaan suction NGT dan penggunaan diuretik.


Referensi
1. Stone, C.K., Humphries RL. Current Emergency Diagnosis and Treatment, Lange, 2004
2. Marino PL, The ICU Handbook, Lipincolt, 2007
3. Clausen T, et all. Cerebral acid–base homeostasis after severe traumatic brain injury. Neurosurgery online .com. 2005

0 comments:

Post a Comment

 

Template by NdyTeeN